Senin, 30 Juli 2018

Asasdan Jatidiri Melayu Riau


ASAS DAN JATIDIRI MELAYU RIAU

1.nilai keterbukaan dalam kemajemukan


Budaya Melayu adalah budaya “bahari yang juga disebut sebagai budaya “kelautan”. Kehidupan kelautan yang berabad-abad mereka tempuh, menyebabkan kebudayaan ini menjadi sangat terbuka. Beragam puak dan suku bangsa mendatangi daerah Melayu, kemudian berbaur dan berintegrasi  turun-temurun,  sehingga  melahirkan  masyarakat  Melayu yang majemuk. Dari keberagaman suku bangsa dan puak itu serta beragam kontak-kontak budaya dengan berbilang bangsa, lambat-laun membentuk kebudayaan Melayu yang majemuk pula.


Kemajmukan ini menyebabkan masyarakat selalu terbuka kepada semua pihak yang datang, kemudian berbaur dan melebur dalam alam Melayu. Melalui keterbukaan itulah orang-orang Melayu selalu menerima siapa saja yang datang ke daerahnya, yang mereka sambut dengan  ‘muka yang jernihdan ‘hati yang lapang’, kemudian mempersilakannya untuk hidup dan berusaha, serta memberikan untuk menetap dan berketerununan. Jalinan hubungan mesra inilah yang selalu bermuara kepada ikatan perkahwinan sehingga wujudlah kekerabatan yang kekal. Selain itu, adat Melayu memberi peluang kepada siapa saja yang ikhlas untuk mengikat tali persaudaraan melalui upacara adat yang disebut “begito”, yakni mengaku bersaudara dunia akhirat.


Sejarah Riau mencatat, dari keterbukaan itu pula wujudnya pemimpin- pemimpin Melayu yang berasal dari luar. Misalnya, Sultan Siak sejak abad ke-18 bercampur dengan Arab, sehingga membentuk dinasti sultan-sultan


71

keturunan Arab sampai sultan terakhir, yakni Sultan Syarif Kasim II yang kemudian diangkat sebagai Pahlawan Nasional.


Selanjutnya, Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah dari kerajaan Riau Johor mengangkat bangsawan Bugis Daeng Marewah menjadi Yang Dipertuan Riau I (1722 M) di Bintan. Keturunan beliau ini melahirkan Raja Haji Syahid Fi Sabilillah yang juga diangkat sebagai Pahlawan Nasional dan salah seorang keturunannya adalah Raja Ali Haji, pujangga Melayu yang handal, yang menulis di antaranya “Gurimdam Dua Belas” dan  “Kitab Tata  Bahasa  Melayu”,  sehingga  kemudian  bahasa  Melayu dijadikan bahasa persatuan Indonesia.


Perilaku keterbukaan ini pula yang menyebabkan raja-raja dari kerajaan Rokan (Tambusai, Dalu-dalu, Kepenuhan, Rambah, Rokan IV Koto dan lain-lain) secara ikhlas menerima masyarakat dari Tapanuli (Mandailing dan Batak) untuk bermukim di wilayah kerajaannya, serta diberikan kawasan pemukiman dan usaha turun-temurun hingga saat ini.


Perlakuan yang sama diperlakukan terhadap pendatang dari Jawa, Minangkabau dan sebagainya, sehingga lambat-laun masyarakat Melayu Riau menjadi semakin majmuk, namun hidup dalam kerukunan yang nyaman.

Pembauran suku yang terjadi pada masa kerajaan Siak Sri Indrapura, dapat dibuktikan dari naskah kuno “Bab Al-Qawaid (Pintu Segala Pegangan), yakni Kitab Undang-undang kerajaan Siak Sri Inderapura, khususnya Bab yang kedua puluh, disebutkan:




Alif:







Ba:


Suku Tanah Datar dari anak bumipun ada sukunya dari orang Minangkabau  yang  mana  luwak Tanah  Datar  Minangkabau yang datang ke Siak Sri Indrapura serta jajahan takluknya jadi suku Tanah Datar.


Suku Lima Puluh dari anak bumipun ada sukunya dari orang Minangkabau pun ada, yang mana luwak Lima Puluh di Minangkabau yang datang ke Siak Sri Indrapura serta jajahan takhluknya jadi suku Lima Puluh.


72



Ta:







Sa:








Jim:


Suku Pesisir dari anak bumipun ada sukunya dari orang Minangkabau yang mana luwak Agam Pesisir di Minangkabau yang datang ke Siak Sri Indrapura serta jajahan takluknya jadi suku Pesisir.


Suku Kampar dari anak bumipun ada sukunya dan mana negeri Kampar yang tiada bekerja, iaitu orang besar sahaja kepala negeri itu yakni orang lima Koto dan orang Koto Baru yang mana datang ke Siak Sri Indrapura serta jajahan takluknya jadi suku Kampar.


Suku Hamba Raja Dalam dari anak bumipun ada sukunya dari orang dagang  dari  mana-mana  negeri  yang  ada  beraja  dari negeri Kampar Kiri, negeri Kampar Kanan, negeri Rokan Kiri, negeri Rokan Kanan, negeri Kota Intan, Negeri Tambusai, negeri Kepenuhan, negeri Rambah, dan dari Jawa dan Siam dan Keling dan Batak datang ke Siak Sri Indrapura serta jajahan takluknya jadi suku Hamba Raja Dalam.

Dan lagi adalah yang dinamakan Hamba Raja Dalam itu ada, asalnya datang dari empat suku dan ada asalnya datang dari Hamba Raja Empat Suku dan ada kalanya datang dari lain suku. Maka apabila sudah terang masanya menjadi hamba Raja Dalam juga sampai turun-temurun jadi Hamba Raja Dalam sebelah ibunya*.



Terjadinya persebatian antara masyarakat pendatang dengan penduduk tempatan tentu saja tidak terlepas dari perilaku semua pihak. Yang datang tahu diri demikian pula yang tempatan. Asas hidup “di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung, di mana air disauk, di sana ranting dipatah” dahulu memang ditaati oleh semua orang. Asas ini sebagai perwujudan tahu diri menyebabkan jarak antara pendatang dengan penduduk tempatan semakin mengecil, dan akhirnya melebur dalam satu kesatuan yang utuh dan kental.


73

Keterbukaan budaya Melayu selalu dikawal dengan asas kearifan semua pihak. Petua orang tua-tua yang mengatakan “pantang mengorang- orang di kampung orang; pantang menghulu-hulu di kampung penghulu; pantang meraja-raja di kampung rajamerupakan maklumat yang ditaati. Demikian pula dengan asas: “mengambil hak orang berunding sesama awak; mengambil hak orang berunding dengan orang”, mewujudkan rasa kearifan untuk saling menjaga hak masing-masing.


Terhadap masyarakat tempatan, adat mengingatkan untuk menjaga pelihara diri dan kampung halamannya secara saksama, agar dapat menunjukkan kepada pihak lain tentang hak dan tanggungjawabnya. Ungkapan adat mengatakan: “rumah dijaga dengan amanah, kampung dijaga dengan maruah, dusun dijaga dengan kaedah, negeri dijaga dengan petuah”. Petuah ini dianggap penting agar orang tidak berbuat semena- mena dan tidak menganggap kawasan itu sebagai kawasan “tidak bertuan”.


Ungkapan adat mengatakan: “bila halaman tidak berpagar, bila rumah tidak berdinding, angin lalu tempias lalu, aib terdedah malu tersimbah


) nilai hidup Memegang amanah


Nilai setia memegang amanah, kukuh menjunjung sumpah, teguh memegang janji, tekun menjalankan tugas kewajiban, patuh menjalankan hukum dan undang, taat menjalankan agama, dan sebagainya.


Sifat ini memberi petunjuk betapa pentingnya perilaku yang memegang amanah, agar setiap amanah yang diterimanya, setiap tugas yang diberikan kepadanya, setiap kepercayaan yang dipercayakan kepadanya dapat dilaksanakan dan diwujudkan dengan sebaik-baiknya.


Di dalam ungkapan disebutkan:


yang disebut hidup memegang amanah taat setia kepada agama
taat setia kepada amanah taat setia kepada sumpah


mau mati memegang janji
mau binasa memegang petuah mau melarat memegang amanat


91

cakapnya dapat dipegang janjinya boleh disandang


2. nilai tahu akan Bodoh Diri


Sifat menyedari segala kekurangan dan kelemahan diri sendiri, mengetahui  cacat  dan  cela  diri  sendiri.  Sifat  ini  akan  mendorongnya untuk bersungguh-sungguh menutupi kekurangan dan kelemahannya, memperbaiki segala kekeliruan dan kesalahan, serta memacunya untuk berusaha sehabis daya menuntut ilmu pengetahuan, mencintai ilmu pengetahuan serta menghormati ilmu dan kelebihan orang lain.
Orang tua-tua Melayu mengatakan: Seburuk-buruk Melayu
ialah Melayu yang bebal bercampur dungu


Sifat ini memberi arahan, agar manusia pantang sekali membesar- besarkan diri, sombong dan angkuh atau merasa benar sendiri, tetapi hendaklah menimba sebanyak mungkin ilmu pengetahuan dari mana saja sepanjang serasi dengan ajaran agama dan budaya yang dianuti agar dapat hidup sejahtera lahiriah dan batiniahnya.


Di dalam ungkapan disebutkan:


tahu akan kurang dari lebihnya tahu akan cacat dari eloknya tahu akan bodoh dari cerdiknya tahu akan bekal belum banyak


tahu ke atas belum berpucuk tahu ke bawah belum berakar tahu di tengah belum berbatang


89

tahu umur belum setahun jagung tahu darah belum setampuk pinang


tahu bercakap belum petah tahu berunding belum masak tahu menimba ilmu orang tahu menyauk petuah orang


tahu duduk, duduk bangun tahu tegak, tegak bertanya tahu merantau mencari guru


supaya diam, diam berisi supaya bercakap, cakap bererti supaya bekerja, kerja menjadi supaya hidup, hidup terpuji


3.  nilai hidup Memegang amanah


Nilai setia memegang amanah, kukuh menjunjung sumpah, teguh memegang janji, tekun menjalankan tugas kewajiban, patuh menjalankan hukum dan undang, taat menjalankan agama, dan sebagainya.


Sifat ini memberi petunjuk betapa pentingnya perilaku yang memegang amanah, agar setiap amanah yang diterimanya, setiap tugas yang diberikan kepadanya, setiap kepercayaan yang dipercayakan kepadanya dapat dilaksanakan dan diwujudkan dengan sebaik-baiknya.


Di dalam ungkapan disebutkan:


yang disebut hidup memegang amanah taat setia kepada agama
taat setia kepada amanah taat setia kepada sumpah


mau mati memegang janji
mau binasa memegang petuah mau melarat memegang amanat


91

cakapnya dapat dipegang janjinya boleh disandang
 


               

4.    nilai tahu unjuk dengan Beri, tahu hidup Bertenggangan


Nilai pemurah, dermawan, setia membela dan membantu orang, tidak serakah dan tamak, tidak mementingkan diri sendiri, penuh tenggang rasa dan kesetiakawanan, ikhlas tolong menolong persebatian (persatuan dan kesatuan) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan sebagainya. Di dalam peribahasa adat dikatakan, “mau seaib dan semalu, mau senasib sepenanggungan, mau ke bukit sama mendaki, mau ke lurah sama menurun, mau ke laut sama basah, mau ke darat sama berkering, mau mendapat sama berlaba, mau hilang sama merugi, dan sebagainya.


Di dalam ungkapan disebutkan:


tahu unjuk dengan beri
tahu menjalin gelegar patah tahu menjirat lantai terjungkat tahu menampal liang dinding


tahu menenggang hati orang
tahu menimbang perasaan orang tahu menjaga aib malu orang
tahu menutupi kekurangan orang


hidup sedusun tuntun-menuntun hidup sebanjar ajar-mengajar
hidup sekampung tolong-menolong hidup sedesa rasa-merasa
hidup senegeri beri-memberi hidup bersuku bantu-membantu


96

hidup berbangsa bertenggang rasa


yang searang sama dibagi yang sekuku sama dibelah yang secebis sama dicebis yang secelis sama dicelis


kalau makan tidak sendiri kalau senang tidak seorang



5.  nilai Berbaik sangka



Nilai yang selalu bersangka baik kepada orang dan berpantang bersangka   buruk.   Orang   tua-tua   mengatakan:   “apa   tanda   Melayu terbilang, bersangka baik kepada orang, bersangka buruk ia berpantang”; atau dikatakan: “apabila selalu berbaik sangka, ke mana pergi orang akan suka”, sebaliknya dikatakan: “apabila suka bersangka buruk, mudanya rosak tuanya teruk”.


Di dalam ungkapan dikatakan:


adapun sifat berbaik sangka menghujat mengeji ia tak suka bergaul dengan bermanis muka siapa datang ia terima
siapa bercakap ia percaya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Peralatan Nelayan Melayu Riau

    Jala Terbuat dari jaring yang diberi pemberat. cara menggunakan dengan cara ditebarkan ke dalam air dan dibiarkan beberap...