Sejarah Kerajaan Melayu Di Riau
Pada awal abad
ke-16, Tome Pires, seorang penjelajah Portugal, mencatat dalam bukunya, Summa Oriental bahwa kota-kota di pesisir timur Sumatra
antara suatu daerah yang disebutnya Arcat (sekitar Aru dan Rokan) hingga Jambi
merupakan pelabuhan dagang yang dikuasai oleh raja-raja dari Minangkabau.
Di wilayah
tersebut, para pedagang Minangkabau mendirikan kampung-kampung perdagangan di
sepanjang Sungai Siak, Kampar, Rokan, dan Indragiri,
dan penduduk lokal mendirikan
kerajaan-kerajaan semiotonom yang diberi kebebasan untuk mengatur urusan dalam
negerinya, tetapi diwajibkan untuk membayar upeti kepada para raja Minangkabau.
Satu dari sekian banyak kampung yang terkenal adalah Senapelan yang kemudian
berkembang menjadi Pekanbaru; yang kini menjadi ibu kota provinsi.
Sejarah Riau pada masa
pra-kolonial didominasi beberapa kerajaan otonom yang menguasai berbagai
wilayah di Riau. Kerajaan yang paling awal adalah Kerajaan Keritang. Kerajaan
Keritang diduga telah muncul pada abad keenam yaitu sekitar tahun 1298 dan
sultannya Raja Kecik Mamban, dengan wilayah kekuasaan diperkirakan terletak di
Keritang, Indragiri Hilir. Kerajaan ini pernah menjadi wilayah taklukan
Majapahit,
masukkan ajaran Islam, kerajaan tersebut
dik&Sai pula oleh Kesultanan Malaka. Selain kerajaan ini, terdapat pula
Kerajaan Kemuning, Kerajaan Batin Enam Suku, dan Kerajaan Indragiri, semuanya
diduga berpusat di Indragiri Hilir.
Kerajaan
ini merupakan kerajaan tertua yang ada di Indonesia, berdiri pada abad
pertama Masehi. Lebih tua dari
Kerajaan Kutai yang berdiri pada abad ke-5 Masehi. Kerajaan ini konon terletak
di tengah-tengah pulau Sumatra.
Alexander The
Great sering dikaitkan dengan sejarah pendirian kerajaan ini. Ia sering kita
dengar dengan nama Zulqarnaen, sang penakluk dari timur. Pada
suatu masa di pengembaraan penaklukannya, ia singgah di sebuah pulau yang
sekarang kita kenal dengan nama Sumatra. Di sini ia menikah dengan seorang
wanita pribumi dan dikaruniai 2 orang putra. Kedua putranya inilah yang
seanjutnya bertahta di Kandis.
Kerajaan Kandis berbentuk
lingkaran bertingkat, mirip seperti deskripsi Kfrt* Atlantis. Terdapat dua
teori yang menjelaskan fenomena ini. Yang pertama,
Kota Atlantis yang merupakan misteri kuno global sebenarnya
adalah Kerajaan Kandis yang berada di Indonesia. Kedua,
sang Zulqarnaen (Alexander The Great) menceritakan
pengalaman perjalanannya ke kota Atlantis kepada kedua putranya. Lalu kedua
putra Alexander merealisasikan apa yang telah diceritakan oleh ayah mereka.
Dalam mencukupi kebutuhan ekonominya, Kerajaan
Kandis membuka sebuah tambang emas yang disebut dengan tambang Titah, karena
dibuat berdasarkan titah (perintah) raja. Sampai saat ini kita masih dapat
menyaksikan bekas dari tambang tersebut, dan merupakan salah satu bukti sejarah
tertua di Indonesia.
Bukti-bukti
Peninggalan Kerajaan Kandis yang ada diantaranya adalah sebagai berikut.
a.
Bekas penambangan emas yang
disebut dengan tambang Titah, artinya diadakan penambangan emas atas titah Raja
Darmaswara. Lokasinya di kaki Bukit Bakar bagian timur yang lubang-lubang bekas
penambangan telah ditumbuhi kayu-kayuan.
b.
Adanya tempat yang disebut
Padang Candi di Dusun Botung (Desa Sangau), menandakan Kerajaan Koto Alang
menganut agama Hindu. Pada tahun 1955 M pernah dilakukan penggalian dan menemukan
Area sebesar botol, dan Area tersebut sampai sekarang tidak diketahui lagi
keberadaannya. Di lokasi tersebut ditemukan potongan-potongan batu bata candi.
c.
Pada tahun 1967 ditemukan tutup
periuk dari emas di dalam sungai Kuantan. Tutup periuk emas ini diambil oleh
pihak yang berwajib dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya.
Diperkirakan tutup periuk ini terbawa arus sungai yang berasal dari tebing yang
runtuh di sekitar Kerajaan Koto Alang.
d.
Pada tahun 2007 dilakukan
penggalian oleh Badan Purbakala Batu Sangkar bekerjasama dengan Dinas
Pariwisata Propinsi Riau tanpa sepengatahuan Pemangku Adat dan Pemerintah
Daerah. Pada penggalian sebelumnya mereka menemukan mantera berbahasa Sanskerta
yang ditulis pada kepingan emas yang saat ini tidak diketahui keberadaannya.
2. Kerajaan Koto Alang
Kerajaan Koto Alang adalah
pengembangan dari Kerajaan Kandis. Pada masa jayanya Kerajaan Kandis banyak
terjadi perebutan kekuasaan dari orang-orang yang merasa mampu, mereka ingin
merebut kekuasaan dan akhirnya memisahkan diri dari Kerajaan Kandis. Maka
berdirilah Kerajan Koto Alang pada tahun ke-2 M, Rajanya bergelar Aur Kuning,
ia mempunyai Patih (Wakil Raja) dan Temenggung (Penasehat Raja).
Berdirinya Kerajaan Koto Alang
maka terjadilah perebutan kekuasaan antar- kerajaan. Maka pada tahun 6 M
Kerajaan Kandis menyerang Kerajaan Koto Alang dan dimenangkan Kerajaan Kandis
dan Raja Aur Kuning melarikan diri ke Jambi. Itulah asal usul nama Sungai Salo
yang berarti Raja Bukak Selo—Buka Sila, di Dusun Botuang. Karena tidak mau
tunduk dibawah pemerintahan Kerajaan Kandis, Patih dan Temenggung melarikan
diri ke arah barat menuju Gunung Merapi (Sumatra Barat) dan mereka berganti
nama, Patih menjadi Datuk Perpatih nan Sebatang dan Temenggung menjadi Datuk
Ketemenggungan. Kedua tokoh inilah yang menjadi tokoh adat legendaris
Minangkabau.
Peninggalan Raja Aur Kuning saat
ini masih bisa ditemukan yaitu berupa Mustika Gajah sebesar bola pingpong, yang
ditemukan Raja Aur Kuning di dalam kepala Gajah Tunggal sewaktu Raja Aur Kuning
mengalahkan Gajah Tunggal—karena mempunyai satu gading, dibunuh dengan
menggunakan Lembing Sogar Jantan. Tempat Raja Aur Kuning membunuh Gajah Tunggal
itu kini bernama Lopak Gajah Mati yang terdapat di sebelah selatan Pasar Lubuk
Jambi.
3. Kerajaan Keritang
Sejarah Keritang
tidaklah banyak yang dapat diketahui jelas. Nama Keritang berasal dari kata
Akar Itang. Itang ialah sebangsa tumbuh-tumbuhan yang banyak terdapat di sepanjang
Sungai Gangsal. Akar-akar dari tumbuh-tumbuhan tersebut di atas begitu banyak
di tebing-tebing sungai sehingga menyulitkan bagi perjalananan. Dari kata- kata
akar dan itang terbentuldah Karitang, yang lama-lama kelamaan kebiasaan orang
Melayu suka mempermudah sesuatu ucapan kata tersebut menjadi Karitang dan
akhirnya menjadi Keritang.
Dalam
Negarakertagama, Keritang disebut sebagai daerah yang takluk kepada Majapahit
bersama Kerajaan Kandis, selain beberapa kerajaan lain di Sumatra yang juga
tunduk di bawah Majapahit. Menyebutkan Keritang bersama- sama dengan kerajaan
lain yang mengandung pengertian bahwa Keritang bukan hanya sekedarkampung,
tetapi sudah merupakan suatu kerajaan cukup besar dan berarti bagi Majapahit yang demikian
besar kekuasaannya.
Mengenai masa
hidup Kerajaan Keritang ini dapat diperkirakan semasa dengan Kerajaan Kuantan.
Tempat Kerajaan Keritang ini berpusat di sekitar Desa Keritang sekarang ini,
yaitu di tepi Sungai Gangsal di Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir.
Kapan lenyapnya kerajaan ini tidaklah dapat dipastikan, tetapi beberapa
petunjuk yang mengarah ke Kerajaan Keritang disebabkan kehilangan Raja pemangku
tahta. Raja ditawan oleh Kerajaan Malaka. Raja Merlang yang akhirnya meninggal
di dalam pengasingan. Ketika dalam penawanan, Raja Merlang dikawinkan dengan
seorang puteri Sulatn Mansyur Syah mempunyai keturunan. Dari rahim isterinya
lahir seorang putera mahkota Kerajaan Keritang. Narasinga, nama putera mahkota
itu, kelak akan dijemput untuk diminta memerintah kembali Kerajaan Keritang,
karena sudah lama kerajaan seperti tidak bertuan.
Ketika rakyat
Indragiri tidak mempunyai raja, maka datuk Patih meminta kepada Narasingan,
sang putera mahkota yang masih menetap di Malaka untuk pulj*ng ke
Keritang
memerintah kerajaan yang tidak memiliki raja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar