Selasa, 06 November 2018

Sejarah Kerajaan Melayu Di Riau

Sejarah Kerajaan Melayu Di Riau


Pada awal abad ke-16, Tome Pires, seorang penjelajah Portugal, mencatat dalam bukunya, Summa Oriental bahwa kota-kota di pesisir timur Sumatra antara suatu daerah yang disebutnya Arcat (sekitar Aru dan Rokan) hingga Jambi merupakan pelabuhan dagang yang dikuasai oleh raja-raja dari Minangkabau.
Di wilayah tersebut, para pedagang Minangkabau mendirikan kampung-kampung perdagangan di sepanjang Sungai Siak, Kampar, Rokan, dan Indragiri,
dan penduduk lokal mendirikan kerajaan-kerajaan semiotonom yang diberi kebebasan untuk mengatur urusan dalam negerinya, tetapi diwajibkan untuk membayar upeti kepada para raja Minangkabau. Satu dari sekian banyak kampung yang terkenal adalah Senapelan yang kemudian berkembang menjadi Pekanbaru; yang kini menjadi ibu kota provinsi.
Sejarah Riau pada masa pra-kolonial didominasi beberapa kerajaan otonom yang menguasai berbagai wilayah di Riau. Kerajaan yang paling awal adalah Kerajaan Keritang. Kerajaan Keritang diduga telah muncul pada abad keenam yaitu sekitar tahun 1298 dan sultannya Raja Kecik Mamban, dengan wilayah kekuasaan diperkirakan terletak di Keritang, Indragiri Hilir. Kerajaan ini pernah menjadi wilayah taklukan Majapahit,
masukkan ajaran Islam, kerajaan tersebut dik&Sai pula oleh Kesultanan Malaka. Selain kerajaan ini, terdapat pula Kerajaan Kemuning, Kerajaan Batin Enam Suku, dan Kerajaan Indragiri, semuanya diduga berpusat di Indragiri Hilir.

               Kerajaan ini merupakan kerajaan tertua yang ada di Indonesia, berdiri pada abad
pertama Masehi. Lebih tua dari Kerajaan Kutai yang berdiri pada abad ke-5 Masehi. Kerajaan ini konon terletak di tengah-tengah pulau Sumatra.
Alexander The Great sering dikaitkan dengan sejarah pendirian kerajaan ini. Ia sering kita dengar dengan nama Zulqarnaen, sang penakluk dari timur. Pada suatu masa di pengembaraan penaklukannya, ia singgah di sebuah pulau yang sekarang kita kenal dengan nama Sumatra. Di sini ia menikah dengan seorang wanita pribumi dan dikaruniai 2 orang putra. Kedua putranya inilah yang seanjutnya bertahta di Kandis.
Kerajaan Kandis berbentuk lingkaran bertingkat, mirip seperti deskripsi Kfrt* Atlantis. Terdapat dua teori yang menjelaskan fenomena ini. Yang pertama, Kota Atlantis yang merupakan misteri kuno global sebenarnya adalah Kerajaan Kandis yang berada di Indonesia. Kedua, sang Zulqarnaen (Alexander The Great) menceritakan pengalaman perjalanannya ke kota Atlantis kepada kedua putranya. Lalu kedua putra Alexander merealisasikan apa yang telah diceritakan oleh ayah mereka.
Dalam mencukupi kebutuhan ekonominya, Kerajaan Kandis membuka sebuah tambang emas yang disebut dengan tambang Titah, karena dibuat berdasarkan titah (perintah) raja. Sampai saat ini kita masih dapat menyaksikan bekas dari tambang tersebut, dan merupakan salah satu bukti sejarah tertua di Indonesia.
         Bukti-bukti Peninggalan Kerajaan Kandis yang ada diantaranya adalah sebagai berikut.

a.         Bekas penambangan emas yang disebut dengan tambang Titah, artinya diadakan penambangan emas atas titah Raja Darmaswara. Lokasinya di kaki Bukit Bakar bagian timur yang lubang-lubang bekas penambangan telah ditumbuhi kayu-kayuan.
b.        Adanya tempat yang disebut Padang Candi di Dusun Botung (Desa Sangau), menandakan Kerajaan Koto Alang menganut agama Hindu. Pada tahun 1955 M pernah dilakukan penggalian dan menemukan Area sebesar botol, dan Area tersebut sampai sekarang tidak diketahui lagi keberadaannya. Di lokasi tersebut ditemukan potongan-potongan batu bata candi.
c.         Pada tahun 1967 ditemukan tutup periuk dari emas di dalam sungai Kuantan. Tutup periuk emas ini diambil oleh pihak yang berwajib dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya. Diperkirakan tutup periuk ini terbawa arus sungai yang berasal dari tebing yang runtuh di sekitar Kerajaan Koto Alang.
d.        Pada tahun 2007 dilakukan penggalian oleh Badan Purbakala Batu Sangkar bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Propinsi Riau tanpa sepengatahuan Pemangku Adat dan Pemerintah Daerah. Pada penggalian sebelumnya mereka menemukan mantera berbahasa Sanskerta yang ditulis pada kepingan emas yang saat ini tidak diketahui keberadaannya.

2.      Kerajaan Koto Alang
Kerajaan Koto Alang adalah pengembangan dari Kerajaan Kandis. Pada masa jayanya Kerajaan Kandis banyak terjadi perebutan kekuasaan dari orang-orang yang merasa mampu, mereka ingin merebut kekuasaan dan akhirnya memisahkan diri dari Kerajaan Kandis. Maka berdirilah Kerajan Koto Alang pada tahun ke-2 M, Rajanya bergelar Aur Kuning, ia mempunyai Patih (Wakil Raja) dan Temenggung (Penasehat Raja).
Berdirinya Kerajaan Koto Alang maka terjadilah perebutan kekuasaan antar- kerajaan. Maka pada tahun 6 M Kerajaan Kandis menyerang Kerajaan Koto Alang dan dimenangkan Kerajaan Kandis dan Raja Aur Kuning melarikan diri ke Jambi. Itulah asal usul nama Sungai Salo yang berarti Raja Bukak Selo—Buka Sila, di Dusun Botuang. Karena tidak mau tunduk dibawah pemerintahan Kerajaan Kandis, Patih dan Temenggung melarikan diri ke arah barat menuju Gunung Merapi (Sumatra Barat) dan mereka berganti nama, Patih menjadi Datuk Perpatih nan Sebatang dan Temenggung menjadi Datuk Ketemenggungan. Kedua tokoh inilah yang menjadi tokoh adat legendaris Minangkabau.
Peninggalan Raja Aur Kuning saat ini masih bisa ditemukan yaitu berupa Mustika Gajah sebesar bola pingpong, yang ditemukan Raja Aur Kuning di dalam kepala Gajah Tunggal sewaktu Raja Aur Kuning mengalahkan Gajah Tunggal—karena mempunyai satu gading, dibunuh dengan menggunakan Lembing Sogar Jantan. Tempat Raja Aur Kuning membunuh Gajah Tunggal itu kini bernama Lopak Gajah Mati yang terdapat di sebelah selatan Pasar Lubuk Jambi.

3. Kerajaan Keritang
Sejarah Keritang tidaklah banyak yang dapat diketahui jelas. Nama Keritang berasal dari kata Akar Itang. Itang ialah sebangsa tumbuh-tumbuhan yang banyak terdapat di sepanjang Sungai Gangsal. Akar-akar dari tumbuh-tumbuhan tersebut di atas begitu banyak di tebing-tebing sungai sehingga menyulitkan bagi perjalananan. Dari kata- kata akar dan itang terbentuldah Karitang, yang lama-lama kelamaan kebiasaan orang Melayu suka mempermudah sesuatu ucapan kata tersebut menjadi Karitang dan akhirnya menjadi Keritang.
Dalam Negarakertagama, Keritang disebut sebagai daerah yang takluk kepada Majapahit bersama Kerajaan Kandis, selain beberapa kerajaan lain di Sumatra yang juga tunduk di bawah Majapahit. Menyebutkan Keritang bersama- sama dengan kerajaan lain yang mengandung pengertian bahwa Keritang bukan hanya sekedarkampung, tetapi sudah merupakan suatu kerajaan       cukup besar dan berarti bagi Majapahit yang demikian besar kekuasaannya.

Mengenai masa hidup Kerajaan Keritang ini dapat diperkirakan semasa dengan Kerajaan Kuantan. Tempat Kerajaan Keritang ini berpusat di sekitar Desa Keritang sekarang ini, yaitu di tepi Sungai Gangsal di Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir. Kapan lenyapnya kerajaan ini tidaklah dapat dipastikan, tetapi beberapa petunjuk yang mengarah ke Kerajaan Keritang disebabkan kehilangan Raja pemangku tahta. Raja ditawan oleh Kerajaan Malaka. Raja Merlang yang akhirnya meninggal di dalam pengasingan. Ketika dalam penawanan, Raja Merlang dikawinkan dengan seorang puteri Sulatn Mansyur Syah mempunyai keturunan. Dari rahim isterinya lahir seorang putera mahkota Kerajaan Keritang. Narasinga, nama putera mahkota itu, kelak akan dijemput untuk diminta memerintah kembali Kerajaan Keritang, karena sudah lama kerajaan seperti tidak bertuan.
Ketika rakyat Indragiri tidak mempunyai raja, maka datuk Patih meminta kepada Narasingan, sang putera mahkota yang masih menetap di Malaka untuk pulj*ng ke Keritang memerintah kerajaan yang tidak memiliki raja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Peralatan Nelayan Melayu Riau

    Jala Terbuat dari jaring yang diberi pemberat. cara menggunakan dengan cara ditebarkan ke dalam air dan dibiarkan beberap...