HOAKS DAN KEPRIBADIAN MUKMIN
Perkembangan zaman adalah satu keadaan yang tidak
dapat dihindari oleh setiap manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia ini.
Di balik perkembangan dari satu zaman ke zaman lainnya, dari satu ke era ke era
lainnya, dari abad ke abad, dari satu satu dasawsa ke dasawarsa, maupun dari
satu dekade ke dekade, ada sesuatu yang selalu ada dan senantiasa ada, dan
sesuatu itu selalu ada serta senantiasa mengiringi di dalam setiap perkembangan
zaman. Lantas apa sesuatu itu? Sesuatu itu adalah yang kita sebut dengan
perubahan.
Begitupun dengan zaman di mana kita berada pada saat
ini, kita juga turut merasakan perubahan akibat perkembangan zaman, khususnya
perubahan akibat kemajuan dalam bidang komunikasi dan teknologi informasi. Kini
setiap orang semakin mudah dan setiap orang semakin bebas untuk berbagi
informasi. Berbagi informasi melalui berbagai macam media sosial di internet
yang sekarang telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia bahkan
di dunia, khususnya bagi kalangan generasi muda. Dulu televisi, radio dan koran
menjadi sumber informasi, tapi sekarang media sosial menjadi sumber informasi
paling populer di tengah masyarakat kita.
Pada satu sisi, kemudahan dalam berbagi informasi
melalui media sosial sesungguhnya memberikan banyak manfaat, banyak memberikan
kemudahan, maupun hal-hal yang bersifat positif dan edukatif. Akan tetapi pada
sisi yang lain, kemudahan berbagi informasi melalui media sosial juga telah
mendorong munculnya berbagai masalah sosial dan juga banyak memicu hal-hal yang
bersifat negatif dan destruktif, diantaranya adalah merajalelanya informasi
hoaks, informasi yang berisi kebohongan dan informasi yang tidak sesuai dengan
kebenaran, bertentangan dengan fakta dan realitas.
Informasi hoaks telah merasuki berbagai perbincangan
dan pembahasan dalam kehidupan masyarakat, mulai dari persoalan sehari-hari,
persoalan sosial politik, bahkan hingga memasuki wilayah pembahasan agama,
menyentuh ke persoalan aqidah. Pada akhirnya informasi hoaks telah memicu
tumbuhnya rasa permusuhan, sikap saling curiga, perselisihan, rasa kebencian,
hingga konflik antar kelompok di tengah-tengah masyarakat. Sehingga tidak heran
bila kini ujaran-ujaran berisi kebencian, berisi ghibah dan namimah, berhamburan
di media sosial. Kondisi ini tentu amat mereshkan, karena akan menggoyahkan
tiang-tiang dan sendi-sendi kerukunan dan ketentraman yang telah terjalin lama
di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk.
Hadirin
sidang Jumat yang berbahagia.
Lantas bagaimana dengan sikap kita sebagai pribadi
Muslim di tengah informasi hoaks yang merajalela. Di antara yang dapat kita
lakukan adalah dengan tidak menjadi orang yang memproduksi dan membuat
informasi hoaks itu sendiri. Hendaknya kita menjauhkan diri dari membuat
informasi yang berisi kebohongan.
Selain tidak menjadi produsen, kita juga hendaknya
tidak menjadi distributor dari berbagai informasi hoaks. Boleh jadi kita tidak
membuat kebohongan, boleh jadi kita tidak memproduksi kebohongan, tapi bukan berarti
kita sah dan boleh menyebarkanluaskan kebohongan. Boleh jadi kita hanya
menerima kiriman informasi hoaks tapi tidak berarti kita boleh membagikan
kembali informasi hoaks yang kita terima untuk kita sebarkan kembali. Selama
kita masih menjadi produsen, selama kita masih menjadi distributor informasi
hoaks, maka sampai lebaran kuda kehidupan kita akan terus dikepung oleh
informasi hoaks.
Dalam kaca mata agama, berbohong atau membuat
kebohongan adalah sikap dan perilaku yang tidak dapat menyatu dalam diri
seorang pribadi Muslim yang beriman. Dalam Surat an-Nahl ayat 105 Allah telah
memberikan peringatan dengan sangat jelas.
“Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan
atau membuat kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada
ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (QS an-Nahl: 105)
Maka dari itu, sesungguhnya iman dan kebohongan ibarat
air dan minyak yang tidak akan pernah menyatu dalam pribadi seorang Muslim.
Orang yang membuat kebohongan tidak dapat disebut sebagai seorang yang beriman.
Dan sebaliknya orang yang beriman bukanlah orang yang suka membuat
kebohongan.
Dalam hadits
riwayat Imam Malik diceritakan, pada suatu hari Baginda Nabi pernah ditanya:
أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ جَبَانًا؟
“Apakah ada
orang yang beriman tapi dia seorang pengecut dan penakut?”
Jawab Nabi,
“Iya ada.”
أَفَيَكُونُ بَخِيلًا؟
“Apakah ada
orang yang beriman tapi dia seorang yang pelit bakhil?”
Jawab Nabi,
“Iya ada.”
أَفَيَكُونُ كَذَّابًا؟
“Apakah ada
orang yang beriman tapi dia suka membuat kebohongan?”
Jawab Nabi,
“Tidak ada.”
Seorang mukmin boleh jadi dia adalah seorang yang
pengecut dan penakut, seorang mukmin boleh jadi dia adalah seorang yang pelit
dan bakhil, tapi tidak ada kamusnya seseorang disebut mukmin tapi dia seorang
pembohong dan pembuat kebohongan.
Hadirin
sidang Jumat yang berbahagia,
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihyâ ‘Ulûmiddîn mengatakan
bahwa pada hakikatnya kebohongan tidak diperbolehkan bukan karena kebohongan
itu sendiri (lâ bi ‘ainihi). Akan tetapi kebohongan dilarang dalam agama
karena kebobongan itu menimbulkan banyak dampak negatif.
Sama dengan
hal tersebut, dalam kitab Adabud Dunyâ Waddîn, Imam Al-Mawardi
menjelaskan:
الْكَذِبُ جِمَاعُ كُلِّ شَرٍّ، وَأَصْلُ كُلِّ ذَمٍّ
لِسُوءِ عَوَاقِبِهِ، وَخُبْثِ نَتَائِجِهِ؛
“Kebohongan
adalah sumber dan akar dari segala kejahatan dan kejelekan karena dampak buruk
dan keji yang ditimbulkannya.”
لِأَنَّهُ يُنْتِجُ النَّمِيمَةَ، وَالنَّمِيمَةُ
تُنْتِجُ الْبَغْضَاءَ، وَالْبَغْضَاءُ تُؤَوَّلُ إلَى الْعَدَاوَةِ، وَلَيْسَ
مَعَ الْعَدَاوَةِ أَمْنٌ وَلَا رَاحَةٌ
“Karena sesungguhnya kebohongan dapat menimbulkan
fitnah, dan fitnah membawa pada kemarahan. Lalu kemarahan akan menjadi awal
dari permusuhan. Dan tidak ada yang namanya rasa aman dan ketentraman dalam
sebuah permusuhan.”
Di akhir khutbah, khatib akhiri dengan ungkapan Ibnu
Muqoffa seorang pujangga kenamaan yang hidup pada zaman Dinasti Abbasiyah yang
termaktub dalam kitab Adabud Dunyâ Waddîn:
لَا تَتَهَاوَنْ بِإِرْسَالِ الْكِذْبَةِ مِنْ الْهَزْلِ
فَإِنَّهَا تُسْرِعُ إلَى إبْطَالِ الْحَقِّ
“Janganlah seseorang menganggap remeh mengirim berita
bohong meski sekadar guyon dan lucu-lucuan. Karena sesungguhnya kebohongan itu
dapat dengan cepat menenggelamkan informasi yang berisi kebenaran.”